Jumat, 07 Juni 2024

BUNG KARNO DAN SUMPAH PEMUDA

 

BUNG KARNO, PEMUDA, dan SUMPAH PEMUDA

“Refleksi Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928”
Oleh: R. Nenu

”Jangan Mewarisi Abu Sumpah Pemuda,
Tapi Warisilah Api Sumpah Pemuda”
(Bung Karno)
Kilas Balik Sejarah

Hari ini 90 tahun yang lalu bertepatan denngan tanggal 28 Oktober 1928, sekumpulan pemuda dari berbagai pelosok Indonesia berkumupul di gedung Indonesische Clubgebouw di Jalan Kramat Raya 106, Jakarta. Kongres ini merupakan Kongres II yang digagas oleh Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI), yang bertujuan untuk menyatukan organisasi-organisasi kebangsaan masa itu. Kongres berlangsung selama 2 hari di Jakarta, yakni tanggal 27-28 Oktober 1928 melangsungkan dalam tiga tahap rapat ditempat yang berbeda: rapat pertama di Gedong Katholieke Jongenlingen-Bond, Waterlooplein (sekarang daerah Lapangan Banteng), rapat kedua di Oost Java Bioscoop Koningsplein Noord (sekarang jalan Medan Merdeka Utara), dan rapat ketiga di gedong Indonesisch Clubgebouw Kramat 106. Nah, Sumpah Pemuda itu dibacakan di Rapat Ketiga.

Kongres Sumpah Pemuda merupakan salah satu tonggak utama pergerakan kemerdekaan bangsa Indonesia. Peristiwa ini dapat dimaknai sebagai momentum awal dari bulatnya tekad pemuda Indonesia untuk mengakhiri masa ketertindasan yang telah berjalan selama beratus-ratus tahun. Momen ini juga dapat diartikan sebagai titik kumpul dari perjuangan rakyat yang sebelumnya hanya berbasis kedaerahan dan kurang terkoordinasi. Kongres tersebut dihadiri oleh berbagai wakil organisasi kepemudaan yaitu Jong Java, Jong Batak, Jong, Celebes, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond, Jong Ambon, dsb serta pengamat dari pemuda tiong hoa seperti Kwee Thiam Hong, John Lauw Tjoan Hok, Oey Kay Siang dan Tjoi Djien Kwie.

Kongres yang merupakan kelanjutan dari Kongres Pemuda I pada tanggal 30 April-2 Mei 1926 di Jakarta, yang pada saat itu hanya memunculkan dua gagasan besar; Pertama, Mengakui dan menerima cita-cita persatuan Indonesia dan kedua, Usaha untuk menghilangkan pandangan adat dan kedaerahan yang kolot, dan lainnya. Nyatanya, pelaksanaan Kongres Pemuda I masih menuai banyak masalah dan polemik. Di antaranya seperti perumusan cita-cita persatuan yang masih samar dan belum jelas,  serta masih lekatnya unsur kedaerahan dalam beberapa organisasi kepemudaan seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, Pemuda Kaum Betawi, Jong Islamieten Bond, Studerence Minahasa, dan lainnya. Masalah perbedaan bahasa dan fanatisme budaya, serta ketidakhadiran para anggota Perhimpunan Indonesia (PI) juga menambah panjang deret kelemahan pelaksanaan Kongres Pemuda I ini. Akhirnya, mereka pun sepakat untuk kembali menyelenggarakan Kongres Pemuda II, dengan persiapan yang jauh lebih matang.

Pada acara ini, ketua PPPI Sugondo Djojopuspito dalam sambutannya berharap kongres ini dapat memperkuat semangat persatuan pemuda Indonesia. Kemudian, Moehammad Yamin pun turut menguraikan tentang arti persatuan, dan lima faktor yang bisa memperkuat persatuan Indonesia. Yakni sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan.

Di hari kedua, rapat diselenggarakan di Gedung Oost-Java Bioscoop dengan fokus pembahasan pada masalah pendidikan. Pembicara dalam sesi ini adalah Poernomowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro. Keduanya berpendapat bahwa anak Indonesia harus mendapat pendidikan kebangsaan, demi tumbuhnya rasa cinta tanah air dan persatuan. Pentingnya pendidikan yang humanis dan demokratis juga ditegaskan dalam sesi ini. 

Di hari yang sama, rapat juga diadakan di gedung Indonesische Clubgebouw yang berlokasi di Jl. Kramat Raya 106. Pada rapat ini, materi dan orasi dipaparkan oleh  Sunario dan Ramelan. Sunario menjelaskan tentang pentingnya nasionalisme dan demokrasi, sedangkan Ramelan mengemukakan tentang gerakan kepanduan yang tidak bisa dipisahkan dari pergerakan nasional.  Gerakan kepanduan ini adalah gerakan yang mendidik anak-anak sejak dini untuk disiplin dan mandiri, serta hal atau keterampilan lain yang dibutuhkan dalam perjuangan.

Acara-acara ini kemudian diakhiri dengan pembacaan “Sumpah Pemuda” sebagai landasan untuk mencapai sebuah kemerdekaan. Ikrar ini menandai bahwa semangat nasionalisme para pemuda telah mencapai tingkat yang lebih tinggi dari sebelumnya.

Adapun teks sejarah Sumpah Pemuda pada Kongres Pemuda II ini adalah;

Ø  PERTAMA : Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Bertoempah Darah Jang Satoe, Tanah Indonesia. (Kami Putra dan Putri Indonesia, Mengaku Bertumpah Darah Yang Satu, Tanah Indonesia).
Ø  KEDOEA : Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Berbangsa Jang Satoe, Bangsa Indonesia. (Kami Putra dan Putri Indonesia, Mengaku Berbangsa Yang Satu, Bangsa Indonesia).
Ø  KETIGA : Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mendjoendjoeng Bahasa Persatoean, Bahasa Indonesia. (Kami Putra dan Putri Indonesia, Menjunjung Bahasa Persatuan, Bahasa Indonesia).

Rumusan isi Sumpah Pemuda ini ditulis oleh Moehammad Yamin ketika Sunario –sebagai utusan kepanduan–  tengah berpidato tentang nasionalisme di sesi terakhir kongres.  Yang kemudian, rumusan isi ini dibacakan oleh Soegondo dan dijelaskan secara detail dan menyeluruh oleh Moehammad Yamin.

Adapun panitia Kongres Pemuda terdiri dari :

Ø  Ketua : Soegondo Djojopoespito (PPPI)
Ø  Wakil Ketua : R.M. Djoko Marsaid (Jong Java)
Ø  Sekretaris : Mohammad Jamin (Jong Sumateranen Bond)
Ø  Bendahara : Amir Sjarifuddin (Jong Bataks Bond)
Ø  Pembantu I : Djohan Mohammad Tjai (Jong Islamieten Bond)
Ø  Pembantu II : R. Katja Soengkana (Pemoeda Indonesia)
Ø  Pembantu III : Senduk (Jong Celebes)
Ø  Pembantu IV : Johanes Leimena (yong Ambon)
Ø  Pembantu V : Rochjani Soe'oed (Pemoeda Kaoem Betawi)

Pada momen bersejarah ini pulalah, lagu kebangsaan Indonesia Raya karya W.R. Soepratman diperdengarkan untuk pertama kali. Setelah sebelumnya, di tahun yang sama lagu ini juga telah dipublikasikan pada media cetak ‘surat kabar Sin Po’

Bung Karno dan Sumpah Pemuda

Peran Presiden Indonesia pertama, Ir Soekarno dalam pelaksanaan Kongres Pemuda II tanggal 27-28 Oktober 1928 yang kemudian melahirkan Sumpah Pemuda masih jadi perdebatan. Dalam artikel tersebut, Anhar Gonggong mengatakan bahwa perdebatan terkait peran Bung Karno dalam kelahiran Sumpah Pemuda dipicu oleh kesaksian dua pelaku sejarah yang bertolak belakang.

Yang pertama adalah kesaksian Maskoen, tokoh pemuda angkatan 1928 yang sempat memimpin PNI dan ikut ditangkap dan dipenjara bersama Bung Karno di Sukamiskin, Bandung setelah pendeklarasian Sumpah Pemuda. Kepada Anhar Gonggong, Maskoen menuturkan bahwa pelaksanaan Kongres Pemuda II merupakan gagasan Bung Karno. Permintaan dilaksanakannya Kongres Pemuda II disampaikan Bung Karno setelah dirinya mendirikan Pemufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI).

Sebagaimana dijelaskan Maskoen kepada Anhar Gonggong, tujuan Bung Karno mendirikan PPPKI adalah untuk menjadi wadah tunggal seluruh kekuatan politik di tanah air, termasuk pemuda. Kongres perdana PPPKI sendiri digelar pada 30 Agustus hingga 2 September 1928, sekitar satu bulan sebelum diselenggarakannya Kongres Pemuda II di Bandung, Jawa Barat. Maskoen mengungkapkan impian Bung Karno untuk membangun kekuatan pemuda lewat persatuan di kalangan pemimpin muda pergerakan. Bagi Bung Karno, kekuatan persatuan pemuda sangatlah penting untuk pencapaian kemerdekaan dan masa depan bangsa Indonesia.

Sementara itu, kesaksian lain dari Abu Hanifah justru bertolak belakang. Abu Hanifah adalah seorang pimpinan pemuda dalam era Pergerakan Nasional. Abu Hanifah pernah menjabat sebagai Sekretaris Umum Pusat Pemuda Sumatera sejak 1927 hingga 1928. Selain itu, Abu Hanifah juga pernah menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Majalah PPPI, Indonesia Raya dan menjabat posisi sebagai Sekretaris Organisasi Kongres Pemuda II tahun 1928. Pada tulisan berjudul "Renungan tentang Sumpah Pemuda" dalam Buku Bunga Rampai Soempah Pemuda, terbitan Balai Pustaka tahun 1978, Abu Hanifah mengungkapkan bahwa peran Bung Karno dalam Sumpah Pemuda tidaklah signifikan.

Tak hanya itu, Abu Hanifa bahkan menyebut tidak ada pengaruh Bung Karno dalam keputusan-keputusan yang diambil para pemuda pada era itu, kendati diakui oleh Abu Hanifa, para pemuda sering melakukan diskusi dengan Bung Karno. Hanya saja, Abu Hanifa menegaskan tentang sikap pemuda yang bulat untuk menjaga jarak dengan Bung Karno yang notabene adalah penguasa saat itu.

Terkait peran Soekarno, Phil Ichwan Azhari menuturkan, bersama Mohammad Yamin, Ketua Kongres Pemuda II, Bung Karno mengubah "Poetoesan Congres" yang menjadi hasil dari Kongres Pemuda II menjadi "Sumpah Pemuda". Hal tersebut dilakukan Soekarno dengan tujuan memperkuat kesatuan bangsa, terutama di kalangan pemuda. Pendapat peneliti sejarah ini menyebut bahwa tak ada satu pun bukti dan dokumen sejarah otentik yang menunjukkan bahwa Sumpah Pemuda adalah hal yang nyata. "Berdasarkan data yang ada, tidak pernah ada satu baris pun ditulis kata Sumpah Pemuda dan para pemuda juga tidak sedang melakukan sumpah saat itu," kata Azhari sebagaimana dilansir Intelijen.

Menurut Azhari, adapun berbagai catatan dan dokumen sejarah yang beredar terkait Sumpah Pemuda sebagai hari peringatan nasional merupakan hasil rekonstruksi dan bentukan para "Bapak Bangsa". Dokumen dan catatan tersebut, menurut Azhari didasari pada ideologi-ideologi dari tiap-tiap generasi berbeda. Panasnya situasi bangsa yang dipicu pembangkangan daerah-daerah di luar jawa plus manuver elit militer dan sipil mendesak Bung Karno untuk memutar otak, mencari cara untuk mempersatukan kembali bangsa.

Bung Karno kemudian memanfaatkan momentum pembukaan Kongres Bahasa II pada 28 Oktober 1954. Ketika itu, Soekarno mengendalikan keputusan rapat. Tujuannya, untuk menyentil partai politik di konstituante yang dianggap sebagai biang keladi kekacauan kondisi politik nasional saat itu. "Peristiwa 28 Oktober 1928, yang diperingati sebagai hari Sumpah Pemuda adalah rekontruksi simbol yang sengaja dibentuk kemudian setelah sekian lama peristiwa tersebut berlalu, yaitu adanya pembelokan kata `Poetoesan Congres` menjadi kata Sumpah Pemuda," kata Azhari.

Dalam literasi lain, yakni buku Sumpah Pemuda, Makna dan Proses Penciptaan Simbol Kebangsaan terbitan Komunitas Bambu yang ditulis Keith Foulcher, Bung Karno dengan tegas mengutuk para pemberontak dan gerakan separatis. "Presiden Soekarno menjatakan dengan tegas kalau dia seperti Ahmad Husein, Simbolon, Somba dan Warouw, dia akan merebahkan diri di dalam hutan dan minta ampun kepada Allah SWT karena telah mendurhakai kemerdekaan bangsa Indonesia dan mendurhakai Sumpah Pemuda yang keramat itu," tulis Foulcher menggambarkan bagaimana Bung Karno berupaya menciptakan nilai-nilai kesakralan dalam Sumpah Pemuda.

Selain untuk menghadapi pergolakan di dalam negeri, Soekarno juga menggunakan Sumpah Pemuda untuk menghadapi konfrontasi dengan Belanda di Papua dan Inggris di Malaysia. Sumpah Pemuda sukses membakar semangat para tentara dan pejuang untuk terjun ke belantara Papua dan Kalimantan. Pada tahun-tahun itu, bangsa memang tengah dihadapkan pada ujian persatuan lewat kemunculan gerakan-gerakan pemberontakan dan separatis. Sumpah Pemuda kemudian dijadikan Soekarno sebagai senjata ideologi untuk "memukul" gerakan-gerakan pemberontakan dan separatis tersebut.

Terlepas dari perdebatan mengenai keterlibatan Bung Kartno dalam Kongres tersebut, Bung Karno sendiri menganggap Sumpah Pemuda 1928 bermakna revolusioner: satu negara kesatuan dari Sabang sampai Merauke, masyarakat adil dan makmur, dan persahabatan antarbangsa yang abadi (Soekarno dalam peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-35 di Istana Olahraga Senayan, Jakarta, 28 Oktober 1963 )“. Dan Bung Karno mengapresiasi Kongres tersebut, seperti dalam pengakuannya “pada tanggal 28 Oktober tak ketinggalan Bung Karno mendukung Sumpah Khidmat; Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa. di tahun itu untuk pertama kalinya kami menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Dan di tahun itu pulalah aku di kecam di depan sidang Dewan Rakyat, (Sukarno An Autobiography As Told To Cindi Adams, 2007:104).

Bung Karno dan Pemuda

Bagi Bung Karno, sosok Pemuda merupakan tonggak penyangga Negara Kesatuan Republik Indoesia. Peranan Pemuda  dalam membangun dan mempertahankan kemerdekan NKRI sangat penting, karena Bagi Bung Karno “Seribu orang tua hanya bisa bermimpi, satu orang pemuda bisa mengubah dunia”.

“Berikan Aku Seribu Orang Tua, Niscaya akan Ku Cabut Semeru dari Akarnya. Berikan Aku Sepuluh Pemuda Niscaya akan Ku Guncang Dunia”, “Berilah aku semilyun orang tua, maka aku akan sanggup memindahkan gunung Merapi dari tempatnya; dan berilah aku sepuluh pemuda yang bersemangat besar, niscaya aku akan sanggup menggemparkan Dunia” (Bung Karno). Perkataan Bung Karno itu sebagai bukti bahwa Bung Karno juga butuh Pemuda untuk melakukan Revolusi, tapi harus Pemuda yang punya semangat revolusi yang berapi-api.

Bung Karno juga selalu mengingakan kepada Pemuda dengan bahasa yang tegas sekaligus mengkritisi; “Kalau Pemuda sudah berumur 21-22 tahun sama sekali tidak berjuang, tak bercita-cita, tak bergiat untuk tanah air dan bangsanya, pemuda begini bainya digunduli saja kepalanya”. Ini harus dijadikan dasar Pemuda hari ini sebagai spirit mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sumpah Pemuda n Pemuda Hari ini (Refleksi Spirit Gerakan)

“Sejarah dunia adalah sejarah orang muda, jika angkatan muda mati rasa, matilah semua bangsa”. Ungkapan Pramoedya Ananta Toer dalam bukunya Anak Semua Bangsa tersebut kiranya amat cocok menjadi nasihat bagi kita sebagai bangsa Indonesia dan pemuda Indonesia. Pasalnya, sejarah perjuangan bangsa Indonesia memang tidak bisa dilepaskan dari peran besar pemuda atau kaum muda.

Melihat sejarah Sumpah Pemuda, kita dapat melihat bahwa pemuda lah yang berjuang dengan jiwa dan raganya demi persatuan dan kemerdekaan. Pemuda lah yang menjadi penggerak dan pelopor perubahan nasib bangsa. Pemuda juga lah yang berani berjuang dalam mewujudkan cita-cita bangsa. Namun apa kabar pemuda Indonesia hari ini?

Sungguh ironis, ketika banyak pemuda yang tidak mampu bahkan mau memahami apa makna yang ada dibalik peristiwa Sumpah Pemuda yang digaungkan ketika Kongres Pemuda II, bahkan menganggap momen Sumpah Pemuda hanya sebagai prosesi ceremonial belaka. Padahal, pada masa itulah titik awal dimana Bangsa Indonesia dideklarasikan dengan prosesi yang penuh pengorbanan darah, jiwa dan raga. Sehingga kita dapat menikmatinya kini.

Namun Semangat Sumpah Pemuda seolah dilupakan begitu saja. Lihat saja, banyak pemuda yang menjadi korban teror gaya hidup atau teror hedonisme bahkan telah menjadi agen penyebarnya. Banyak pemuda yang kini menggaungkan perseteruan dan perpecahan, bukan persatuan. Banyak pemuda yang lupa terhadap spirit Sumpah Pemuda, padahal tak setetes pun darahnya diminta untuk Indonesia.

“Jangan mewarisi abu Sumpah Pemuda, tapi warisilah api Sumpah Pemuda. Kalau sekadar mewarisi abu, saudara-saudara akan puas dengan Indonesia yang sekarang sudah satu bahasa, bangsa, dan tanah air. Tapi ini bukan tujuan akhir,” kata Soekarno dalam peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-35 di Istana Olahraga Senayan, Jakarta, 28 Oktober 1963. Haruskah Pemuda hari ini hanya mewarisi abu sumpah pemuda saja dengan gaya hidup hedonisme dan hanya sebagai penikmat kemerdekaan yang ada? Itu seakan kita mematikan api sumpah pemuda itu.

"Hikmah jang dapat kita petik dalam memperingati Sumpah Pemuda jalah bahwa dalam keadaan bagaimana pun dan di atas segala-galanja kita adalah satu nation. Tidak peduli apa agama, kejakinan politik dan golongannja. Nation kita adalah nation yang berdjuang, anti imperialisme, patriotik dan demokratis," ujar Soekarno.

Dari sisi budaya, Soekarno turut menggunakan kekuatan magis Sumpah Pemuda untuk menjaga masyarakat Indonesia untuk selalu berpegang pada budaya asli bangsa. Bahkan, dengan Sumpah Pemuda, Soekarno meminta para orangtua tak menamai anak-anak mereka dengan nama-nama berbau Belanda.

Mari gaungkan kembali spirit  Sumpah Pemuda sebagai dasar gerakan hari ini untuk Indonesia ke depan yang lebih baik. Semangat persatuan dan kesatuan haru menjadi point penting dalan NKRI.


Jangan sekali-kali melupakan sejarah.
Bangsa yang besar adalah Bangsa yang menghormati dan menghargai jasa para pahlawannya.

Sumber:
Sejarah Indonesia Modern 1200-2008, M.C. Ricklefs
Api Sejarah 1, Ahmad Mansur Suryanegara
Bung Karno Pengambung Lidah Rakyat Indonesia, Cindy Adams
https://news.okezone.com/read/2017/10/27/337/1803707/hari-sumpah-pemuda-masih-jadi-perdebatan-ini-peran-soekarno-dalam-sumpah-pemuda

0 komentar:

Posting Komentar